Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Ini merupakan
suatu pembahasan yang sangat luas, karena perkembangan kesehatan mental ini
terjadi di seluruh dunia. Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat
mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal
yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in
confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum
masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan
mental. Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan
mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal
peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan
dengan peradaban. Oleh karena itu saya akan membahasnya secara singkat. Sejarah
Kesehatan Mental merupakan suatu cerminan pemahaman masyarakat tentang gangguan
mental dan tindakan yang diberikan.
Ada beberapa
pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia barat:
1. akibat kekuatan supranatural
2. dirasuki oleh roh/setan
3. dianggap kriminal karena memiliki derajat
kebinatangan yang besar
4. dianggap memilaiki cara berpikir irrasional.
5. dianggap sakit
6. merupakan reaksi terhadap tekanan atau stress
maladaptive
7. melarikan diri dari tanggung jawab
Untuk lebih lanjutnya, berikut
dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
Zaman Prasejarah
Seperti apakah penyakit mental yang
dialami pada zaman purba? Ada suatu spekulasi bahwa beberapa gejala penyakit
mental saat ini sama dan sangat mirip dengan yang ada pada saat itu. Pada
zamannya, manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental maupun
fisik seperti infeksi arthritis, penyakit pernapasan dan usus. Tetapi penyakit
mental pada saat itu benar benar ditangani cara pandang mereka adalah
merawatnya sama seperti penyakit fisik, karena berfikir bahwa mental dan
fisik disebabkan oleh penyebab yang sama, yakni roh-roh jahat, halilintar atau
mantera-mantera musuh. Jadi tindakan perawatan yang diberikan untuk penyakit
baik mental maupun fisik adalah seperti menggosok, menjilat, menghisap,
memotong dan membalut.
Peradaban-peradaban
Awal
Dalam peradaban
yang dikenal di Mesir, Mesopotamia, India, Cina dan lainnya sepanjang zaman
kuno (dari 5000 SM sampai 500 tahun M), penyakit mental mulai menjadi hal umum.
Di Mesopotamia, penyakit mental dihubungkan dengan roh atau setan dan
perawatannya dilakukan dengan upacara-upacara agama dan magis agar setan keluar
dari tubuh si pasien. Sedangkan di Mesir, ilmu kedokteran agak lebih maju dan
rasional. Contohnya seperti yang otak digambarkan untuk pertama kalinya dan
diketahui juga peranannya dalam proses mental, dan disana juga dikembangkan
terapi untuk pasien berupa rekreasi dan pekerjaan, serta diterapkan juga
psikoterapi untuk mengobati penyakit mental. Sedangkan di Yahudi, penyakit
mental diartikan sebagai suatu hukuman dari Tuhan dan hanya diobati dengan
bertaubat.
1.
Phytagoras
(orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental).
2.
Hypocrates (Ia
berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental).
3.
Plato (gangguan
mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari
dewa-dewa).
Abad Pertengahan (Abad Gelap)
Pada abad
pertengahan, gangguan mental tidak dianggap sebagai penyakit. Banyak kebiasaan
yang telah dilakukan dalam ilmu kedokteran sebelumnya tidak dilanjutkan, dan
hal yang lebih buruk seperti takhayul dan ilmu tentang setan malah dihidupkan
kembali. Exorcisme pada abad ini digunakan sebagai perawatan orang yang
mengalami gangguan mental. Yaitu dengan menggunakan mantra- mantra dan
jimat-jimat.pada tahun 1600an (dan sebelumnya) : Orang yang
sakit secara mental dahulu kala dianggap sebagai “orang yang kesurupan”
yang mengalami gangguan mental dimasuki oleh roh-roh. Maka dari itu
penyembuhannyapun juga melalui healer, shaman atau penyembuh yang lebih dikenal
dengan istilah dukun.
Zaman Renaisans
Saat para
pasien sakit mental tenggelam dalam dunia takhayul, zaman ini tepatnya
digambarkan sebagai “terang dalam kegelapan”. Di Switzerland, mengakui penyebab
rasional penyakit mental dan menolak adanya kaitan dengan demonology. Di
Prancis, lebih menggunakan pendekatan yang manusia terhadapa para pasien sakit
mental,menganggap bahwa penyakit mental tidak berbeda dengan penyakit
fisik.Tahun 1724: Pendeta Cotton Mather menjelaskan masalah
kejiwaan yang menyebabkan gangguan yang terjadi di dalam tubuh sekaligus
mematahkan takhayul yang berkembang selama ini.
Abad XVII –
Abad XX
Pada abad ini
masih merupakan proses peralihan dan pendekatan demonologis ke pendekatan
ilmiah terhadap penyakit mental karena memang tidak terjadi dalam waktu yang
singkat. Tahun 1812: Benjamin Rush menjadi orang pertama yang
mencoba menangani penyakit mental secara manusiawi. Llu itu di Inggris, muncul
optimisme dalam menangani pasien sakit jiwa dengan perkembangan teori dan
teknik untuk menangani orang sakit jiwa ini di rumah sakit. walaupun dalam
prakteknya sering mengalami kegagalan sehingga lambat laun-pun muncul masa
terapi pesimisme. Dan pada tahun 1950 diteruskan untuk melanjutkan
mendidik publik Amerika pada isu-isu kesehatan mental dan mempromosikan
kesadaran akan kesehatan mental.
Psikiatri
Pada tahun 1900- an, gangguan mental
dianggap sebagai bukan penyakit. Dilakukannya usaha untuk menolong para pasien
sakit mental tetapi akhir abad itu dokter-dokter belum menemukan penyebab atau
pencegahan, penyembuhan, atau perawatan yang efektif terhadap penyakit mental
meskipun mereka telah mengklasifikasikan beribu-ribu macam kekalutan mental.
Selama abad ke-19 perkembangan dalam kesehatan mental terjadi pada 4 bidang
umum: perlakuan terhadap pasien sakit mental yang lebih manusiawi dan rasional
oleh masyarakat, langkah-langkah untuk memperbaiki lembaga untuk penyakit
mental, perhatian para penulis besar dan filsuf yang berpengaruh terhadap
psikologi dan tingkah laku manusia, dan suatu sistem klasifikasi yang
komprehensif bagi kekalutan mental. Tahun 1952: Obat antipsikotik
konvensional pertama, chlorpromazine diperkenalkan untuk pertama kalinya dan
digunakan untuk menangani pasien skizofrenia dan gangguan mental utama lainnya.
Tahun 1979: NAMH menjadi the National Mental Health Association (NAMH).
Konsep
Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal yang
hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu
keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana
seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat
tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. Menurut UU
pokok kesehatan, pengertian sehat adalah keadaan yang meliputi sehat badan
(jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari
penyakit, cacat, dan kelemahan.
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pun mengembangkan definisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO tahun
1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ
tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan
yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat adalah
keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah
Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah,
ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri
dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.
Konsep
Sehat Berdasarkan Dimensi
- Dimensi Emosi yaitu Diartikan sebagai kemampuan untuk mengenali emosi, seperti takut, kenikmatan, kedukaan dan kemarahan dan untuk mengekspresikan emosi-emosi itu secara tepat. Kesehatan emosional atau afektif.
- Dimensi Intelekual yaitu Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
- Dimensi Sosial yaitu kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
- Dimensi Fisik yaitu Dikatakan sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun.
- Dimensi Mental yaitu kemampuan berfikir dengan jernih dan koheren. Istilah ini dibedakan dari kesehatan emosional dan sosial, meskipun ada hubungan yang erat di antara ketiganya.
- Dimensi Spiritual yaitu kemampuan seseorang untuk segala hal yang berkaitan dengan Agama atau kepercayaan, bagaimana dia menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
Kasus
Roy adalah siswa yang baik di sepanjang masa SMA-nya. Ia
anggota tim futbol, mempertahankan ranking yang bagus dan mendapatkan pujian
pada tiap semesternya.
Ia ramah dan populer. Menjelang akhir semester pertama di universitasnya, semuanya mulai berubah. Roy tak lagi makan bersama dengan kawan-kawannya, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di dalam kamarnya. Ia mulai mengebaikan kesehatan pribadinya dan berhenti menghadiri kuliah. Roy mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah bukunya memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukannya sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa kawan sekamarnya bersekongkol dengan telepon dan komputernya untuk mengawasi kegiatannya. Roy menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam naskah bukunya dan kini mencoba untuk menipunya. Roy mulai percaya teman sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Roy sedang sendirian di kamarnya, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia yakin bahwa mereka membicarakannya.
Ia ramah dan populer. Menjelang akhir semester pertama di universitasnya, semuanya mulai berubah. Roy tak lagi makan bersama dengan kawan-kawannya, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di dalam kamarnya. Ia mulai mengebaikan kesehatan pribadinya dan berhenti menghadiri kuliah. Roy mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah bukunya memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukannya sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa kawan sekamarnya bersekongkol dengan telepon dan komputernya untuk mengawasi kegiatannya. Roy menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam naskah bukunya dan kini mencoba untuk menipunya. Roy mulai percaya teman sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Roy sedang sendirian di kamarnya, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia yakin bahwa mereka membicarakannya.
Referensi
Schultz, Duane. (1991). Psikologi
Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius.
Puspitawati, I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo.
(1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta: Gunadarma
0 komentar:
Posting Komentar